KOTA BENGKULU, RAMAONLINE.CO- Kasus sengketa tanah antara Muchtar Hidayat VS Satria Utama, semakin menarik untuk disimak dan dipelajari banyak pihak dengan harapan Hukum menjadi raja keadilan bukan sebaliknya. Untuk mengingatkan kita kembali (pembaca yang budiman), 6 Juli 2020 lalu media ini menurunkan laporannya berjudul, Menguak Peradilan “Sesat” Di Bengkulu.
Untuk mengingatkan kita semua, akan masalah yang terjadi berikut kutipan dari laporan sebelumnya, Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu, Atas perkara perdata yang di menangkan Penggugat/tergugat intervensi 1 Satria utama (penggugat awal), melawan Muchtar Hidayat sebagai Penggugat intervensi.
Seharusnya semua data yang diajukan kedua belah pihak, harus mengacu pada Pasal 1888 Undang-Undang Hukum Perdata.
Menyebutkan kekuatan Suatu pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada Akta Aslinya. Bila akta yang Asli ada maka salinan serta kutipan dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan sesuai dengan aslinya.
Berdasarkan Yurisprodensi MA RI. Putusan MA No.7011/ K/ SIP/74 Pengacuan ke absahan identik photo copy dan aslinya dapat diakui apa bila pihak mengajukan alat bukti tsb Mampu menunjukan aslinya di persidangan.
Ini jelas sekali, apa ada dokumen yang diajukan pihak-pihak berperkara tidak ada ASLInya, jika ada berarti bertentangan dengan Yurisprodensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (M.A. RI), tidak bisa digunakan sebagai alat bukti. “Harus gugur demi hukum”
Dan semua lahan (tanah) yang disengketakan harus sesuai dengan jumlah ukuran dan luas yang sebenarnya, dimana dalam perkara ini jumlah tanahnya ada yang menyatakan 15.000 M2, dan yang diajukan dalam gugatan hanya 10.000 M2, jadi pantas dipertanyakan objek perkaranya yang mana…?
Dan para saksi telah menjelaskan secara tegas dan terang didepan majelis hakim yang mulia, adanya barang bukti berupa tanda tangan di NIP pejabat tidak sama, layak diduga dipalsukan oleh pihak yang punya kepentingan dalam perkara ini.
Disinilah peran majelis hakim, diuji untuk melihat dan membuktikan seluruh data yang diusulkan kedua belah pihak yang berperkara, mana yang mengandung kebenaran dan mana yang diragukan kebenarannya?.
Di sebutkan dalam berita sebelumnya; Disinyalir ujut peradilan sesat, pasalnya Majelis Hakim yang di Ketuai Iman Gultom,SH,.MH dalam putusan nya No.05/PDT/2019/BGL
Menyatakan bahwa lahan seluas 15.000 M2, berdasarkan surat keterangan hak milik adat an. Suardi R (alm) No.550/S.K/1979 yang dikeluarkan Camat Talang Empat tahun 1979, kemudian didalam surat kuasa No.019/ss-sk.pdt/IV/2018 tanggal 19 April 2018 selaku pemilik tanah tersebut Satria Utama sesuai dengan surat kuasa yang diperbaiki No.019/SS-SK.PDT/IV/2018 bukan surat kuasa 12 Februari 2018.
Hal tersebut dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Aliansi Generasi Penerus Bangsa (AGPB) Provinsi Bengkulu Insudirman pada media Ramaonline.co di kantor redaksi beberapa waktu lalu.
Kendati Demikian Mantan Camat Talang Empat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kota Bengkulu, secara tegas menyatakan Tidak menanda tangani surat Keterangan Hak milik adat SKT (Surat Keterangan Tanah) yang di jadikan dasar oleh penggugat.
Bahkan lebih jauh lagi camat menilai ada kejanggalan yang fatal. Nip yang tercantum pada Surat Hak Milik Adat Tidak sama dengan Nip miliknya.
Dikatakan Insudirman Celakanya, putusan itu tidak konsisten dengan gugatan, dalam perkara luas areal disengketakan seluas 10.000M2.( Sepuluh Ribu Meter Persegi), sedangkan tanah yang ada dalam surat hak milik adat No.550/s.k/1979 seluas 15.000M2 (Lima Belas Ribu Meter Persegi).
Tetapi Majelis Hakim yang di pimpin Diris Sinambela,SH Memutuskan bahwa lahan milik Satria seluas 10.000M2, tidak Sesuai dengan Surat Hak Milik Adat (cacat hukum), itu di duga peradilan sesat atas penyelesaian kasus sengketa tanah ex PT.Pataka Karya Sentosa seluas 10.000.M2, dengan putusan hukum No.21/pdt.G/2018/PNBgl dan di perkuat dengan putusan hukum Pengadilan Tinggi No.05/PDT/2019/PTBGL, dalam putusan pengadilan Negeri dan putusan banding banyak sekali kejanggalan yang di duga menyalahi aturan hukum Perdata
Insudirman menambahkan dalam perkara ini majelis hakim terkesan semena-mena, pasalnya dalam putusan yang di buatnya tidak ada pengukuran luas tanah, yaitu dalam sidang lapangan pemeriksaan setempat (PS) yang seharusnya melakukan pengukuran luas tanah, namun pada saat sidang lapangan hakim yang diketuai Diris Sinambela dan anggotanya hanya main tunjuk tunjuk lokasi saja.
Selain itu Para Hakim juga tidak mempertimbangkan keterangan dari para saksi dalam membuat putusan, hal ini dapat dilihat dari keterangan saksi H.A.Syafri yang mengatakan tanda tangan dan Nip yang tertera di surat Hak Milik Adat bukan miliknya pada surat bukti P.2. Begitu juga penjelasan dari saksi Usman,M mengatakan bahwa saudara Mukhtar sudah menggarap tanah tersebut secara terus menerus selama 20 tahun.
dan ditambah lagi landasan hukum putusan surat kuasa ahli waris tanggal 12 februari 2018 tidak terdaftar di bagian hukum pengadilan Negeri Bengkulu, Surat Kuasa hak waris yang notabone nya ditanda tangan 5 orang anak dari Suardi R (alm) tidak ada aslinya yang ada hanya photo copy dari photo copy yang tertera pada surat putusan halaman 13 bukti p10 tidak ada aslinya.
Selain itu adapun kejanggalan kejanggalan lain dalam penanganan kasus ini dalam surat keterangan Hak milik adat luas tanah 15.000 M2, namun yang digugat hanya 10.000M2 dan nama wajib pajaknya Hugiarto dari tahun 2017 dan bukan atas nama Wuryanto yang ada dalam salinan putusan sesuai keterangan saksi ahli DR.Emilia Contesa, diberi tanda P.1-7.
Dalam suatu gugatan perdata jika penggugat tidak memiliki kapasitas hukum dan begitu juga pihak tergugat harus mempunyai hubungan hukum, dalam gugatan perdata yang diajukan kekeliruan baik sebagai penggugat maupun tergugat akan mengakibatkan cacat formil dalam menentukan penggugat maupun tergugat dinamakan error in persona.
Sementara itu saat di Konfermasi Kepala Pengadilan Tinggi Bengkulu Melalui Humas Potak Manahan Silalahi, SH,.MH didampingi bagian Hukum Turzan,SH, di ruang Pelayanan terpadu satu Pintu (PTSP) Kantor Pengadilan Tinggi Bengkulu 06/7/2020 mengatakan untuk kasus perdata sengketa tanah ex.PT Pataka Karya Sentosa antara Muchtar Hidayat dengan Satria Utama, saat ini sedang dalam proses di Mahkama Agung.
Dari pengamatan Wartawan Ramaonline.co, Majelis Hakim Yang mulia, perlu mempertimbangkan dan membaca data secara cermat untuk melahirkan putusan dan rasa keadilan ditengah masyarakat. Karena Hakim bertanggungjawab “didunia dan akhirat.”
Karena Hakim manusia terpilih untuk menegakkan keadilan seadil-adilnya, tanpa intervensi dari pihak manapun. ( Ramaonline.co/ GU Depati Intan/ As / My )