Bakal Calon (Balon) Kepala Desa (Kades), juga merupakan calon pemimpin sama halnya dengan balon presiden, gubernur, bupati dan walikota, bedanya berada dalam wilayah yang besar, Negara, provinsi, kabupaten/ kota dan desa. Maka balon kepala desa/ kades, calon pemimpin ditingkat desa harus merasakan “senasib dan sepananggungan” lahir dari rakyat, untuk rakyat dan kembali pada rakyat” setelah mengakhiri masa jabatannya atau mati. Tak lebih dari itu.
Maka wajib Hukumnya bila terpilih selama memangku masa jabatan, mencurah dan memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan siapa-siapa?. Dan tidak sama sekali membangun kepentingan pribadi, apa lagi individu-individu, diri dan keluarganya maka balon kades, sebaiknya menanyakan pada dirinya sendiri terlebih dahulu, istri dan anak-anaknya, menjadi balon kades untuk apa?
Buktinya sudah banyak balon kepala desa terpilih sejak digulirkan dana desa (dd) oleh pemerintah pusat lima tahun terakhir justru mencari peluang menggerogoti dana desa (dd) dan dana alokasi dana desa (add), dan sudah banyak yang tersandung Hukum dan bermuara ke bui (dikurung) secara fisik, dan menjadi penghuni “hotel prodeo kata pendapat Amir Syarif, 68 tahun salah satu Wartawan senior di Bengkulu” namun sulit membuat efek jera, tulisnya dalam dalam beberapa berita laporannya.
Sama kita ketahui balon kades, adalah manusia biasa “memiliki kelebihan dan kekurangan” yang terjadi setelah memenangkan pemilihan justru banyak yang terperangkap melakukan dugaan tindak pidana korupsi atas penggunaan dana pembangunan desa, terutama dana desa/ alokasi dana desa (dd/add).
Sudah banyak yang terbukti mementingkan pribadi, keluarga, dan kelompoknya. Bukan kepentingan warganya. Maka dalam pemilihan kepala desa (kades) setiap pemilik suara (warga yang berhak memilih) merenungkan secara mendalam dengan hati yang jujur dan fikiran jernih pilihan harus dijatuhkan kepada calon yang mana, A,B.D dan seterusnya (lebih tiga calon), terserah pemilih.
Karena menggunakan hak pilih adalah hak masyarakat pemilih, secara bebas dan demokratis tidak boleh di intervensi, atau ditekan dari pihak mana pun, gunakan hak pilih dengan hati nurani secara jujur, bukan karena di bayar dengan rupiah (politik uang) atau bentuk lainnya.
Masyarakat dan kita semua harus membangun kesadaran bersama, agar pemilihan berlangsung secara demokratis, dan terpilihnya sosok pemimpin ditingkat desa yang diinginkan. Bukan melahirkan pemimpin “rakus, kejam dan tidak berkeadilan” karena kekuasaan ditangan rakyat, maka rakyatlah yang punya hak siapa calon pemimpinnya (calon kades), yang harus dipilihnya?.
Untuk melahirkan calon kades/ pemimpin yang dikehendaki masyarakat desa harus dimulai dari masyarakat (kita semua), panitia pemilihan, pengawas dan tim pendukung (tim pemenang) masing-masing calon bertindak jujur dan adil, dalam merealisasikan proses pemilihan, dan terjamin keamanan. Sehingga masyarakat pemilih, bergembira dalam menentukan hak pilihnya, berjalan aman dan nyaman.
Tujuannya melahirkan calon kades terpilih (pemimpin desa), yang konsisten bekerja untuk membangun kepentingan masyarakat (warga), bukan kelompoknya. Sekedar mengingatkan kembali, jauh-jauh hari sebelum berlangsungnya pemilihan, masyarakat berhak menilai rekam jejak seluruh balon kades yang akan menjadi calon kades, dari semua sisi.
Sehingga masyarakat bisa jujur (menggunakan hak pilih dengan hati nurani), tidak karena dibayar mahal dengan uang rupiah atau benda lainnya. Dan antar balon balon yang akan bersaing sekalipun harus membangun silaturrohmi yang baik, dan berjiwa besar, siapapun yang terpilih nantinya harus menjadi mitra yang baik. Dan bukan gontok-gontokan. Semoga, amanah.
Penulis mantan Ketua DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Komite Wartawam Reformasi Indonesia (KWRI) Prov. Bengkulu, 2005-2007/ Ketua Bidang Kompartemen DPP-KWRI 2006-2011, Pemimpin Redaksi Gegeronline dan Bidik07elangOposisi.com, tinggal di Bengkulu. Menerima saran, Pendapat dan masukan dari anda Pembaca. (***/ bersambung………)