Sanimas Harus Tertutup Untuk Mengamankan Limbah Bawah Tanah dan Permukaan

Oleh : Gafar Uyub Depati Intan

Sanimas Berbasis Masyakat (Sanimas), harus dibangun tertutup untuk mengamankan limbah rumah tangga buang hajat besar, kecil dan kotoran dari mandi (berak, kencing dan mandi) harus dibuang kebak penampung komunal. Pembersihan limbah rumah tangga itu dimulai dari pemasangan Pipa dari dalam rumah (WC) diteruskan ke bak penanmpung dibangun tertutup, Pipa yang digunakan harus Standar (tahan kedap air) terpenuhinya standar nasional industri (SNI) pabrikan yang terjamin, ketahanannya terukur tidak asal menggunakan Pipa.
Soal bangunannya khusus pemasangan Pipa, masih ditemukan secara terbuka disamping rumah penduduk, dengan berbagai alasan dan argumentasi sedangkan prinsip pemanfaatan bangunan ini pembersihan terhadap limbah dibawah tanah dan dipermukaan tanah, selain bersih, tertutp dan tidak mengeluarkan bau menyengat.
Proyek (kegiatan) ini jika dilaksanakan secara benar sangat membantu kepentingan masyarakat, di bidang kebersihan, kesehatan dan manfaat bagi lingkungan terutama kawasan kumuh atau padat penduduk, dan sangat menyentuh secara langsung kepentingan keluarga, sekaligus mengubah paradikma berfikir masyarakat, akan hidup sehat dan bersih.
Jika dalam pemasangan Pipanya ada, apa lagi banyak yang terbuka rentan sekali dengan kerusakkan, kurang aman atau pecah akibat tangan-tangan jahil manusia dan hewan atau gangguan lainnya. Jika Pipanya ada yang sampai pecah sangat di khawatirkan tergangganggunya lingkungan dan keluarga, akibat dari bau busuk.
Maka pelaksanaan secara fisik bangunan ini, harus dikerjakan sesuai petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dengan tetap berpedoman pada Rencana Anggaran Biaya (RAB) standar Pipa dan sambungannya harus terpasang baik (terjamin) kekuatannya.
Dengan kegiatan SPALD-Terpusat, Mandi Cuci kakus (MCK) dan Pengadaan air bersih (layak minum). Merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 04 Tahun 2017 tentang Penyelengaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, (SPALD) dikelompokkan menjadi dua tipe, yakni SPALD-S dan SPALD-T.
Berdasarkan cakupan pelayanannya, SPALD-T dibedakan menjadi tiga kategori, yakni: a. Skala Perkotaan Untuk sistem dengan lingkup perkotaan dan/atau regional dengan minimal layanan (dua puluh ribu) jiwa.
b. Skala Permukiman Untuk mengelola air limbah domestik dengan jumlah pelayanan dari 50 (lima puluh) sampai (dua puluh ribu) jiwa.
c. Skala Kawasan tertentu Untuk mengolah air limbah domestik yang bersumber dari kawasan komersial dan kawasan rumah susun. Ditinjau dari komp…[12.34, 30/7/2020] +62 852-6607-0111:
Kabupaten Rejang Lebong tahun anggaran 2019 mendapat Sanimas SPALD sebanyak 15 lokasi tahun lampau dijadikan sasaran program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) yang dibiayai Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB). Kita harus bersyukur, khususnya desa-desa yang mendapat kegiatan pembangunan tersebut, untuk mengatasi Kebrsihan Limbah dibawah dan permukaan tanah.
Dari 24 lokasi sasaran ini yang sudah dikerjakan pada tahun 2016, 2017 dan 2018 baru 9 lokasi, untuk 15 lokasi sasaran lainnya dilanjutkan pada tahun 2019. Pertnyaan masyarakat awam, seperti apa penyelesaiannya secara fisik? Dan sejauh mana memberikan azas manfaat, karena masalah lingkungan dan limbah rumah tangga, sudah jadi masalah yang penting ditanggulangi, agar masyarakat di lingkungannya tidak terganggunya kesehatan, dan bau busuk yang ditimbulkan.
Dan Program Sanimas-IDB yang diterima Kabupaten Rejang Lebong berlangsung tiga tahun belakangan telah dialokasikan untuk membangun 9 Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik-Terpusat (SPALD-T) berupa MCK (mandi cuci kakus) kombinasi dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal dengan jumlah anggaran yang terserap mencapai Rp3,8 miliar.
Program Sanimas IDB yang diterima Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2018 lalu sebesar Rp3,825 miliar, dana ini digunakan untuk pembangunan SPALD-T dalam 9 lokasi yang meliputi pembangunan fisik IPAL komunal dan MCK.
Program Sanimas berupa pembangunan SPALD-T di daerah diperuntukan bagi 50 rumah atau lebih, yang memiliki satu tempat pembuangan air limbah berupa IPAL komunal dan MCK, di mana tujuannya untuk menjaga kebersihan lingkungan bawah tanah maupun permukaan tanah.
Program ini merupakan bagian dari upaya Kementerian PUPR untuk mencapai target rencana strategis 2015-2019 melalui program 100-0-100 yakni target 100 persen akses air minum, 0 persen kawasan permukiman kumuh dan 100 persen akses sanitasi layak, sumber data Kementerian PUPR RI.
Tujuan pemerintah, melalui Kementerian PUPR-RI luar biasa, namun pelaksanaan secara fisik menimbulkan berbagai masalah, dampaknya sulit mencapai tujuan akhir. Berikut petikan penting, salah satu contoh kecil dari 15 lokasi di Kabupaten Rejang Lebong. Dan akan menyusul empat belas lokasi lainnya?.
Program Sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas-IsDB) Pekerjaan Pembangunan Sistim Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD- T) Kabupaten Rejang Lebong tahun 2019 Lokasi antara lain Dusun 1 dan Dusun 2 Desa Tabarenah Kecamatan Curup Utara Kabupaten Rejang Lebong, Prov.Bengkulu dengan nilai kedua lokasi lebih kurang 1 miliaran rupiah, dengan sumber dana IDB (Islam Devlemen Bank).
Seharusnya seluruh limbah masuk ke Bak Penampung tertutup, lalu diolah dengan menggunakan pilter (saringan), sebagai saringannya. Temuan dilapangan jauh berbeda dengan petunjuk teknis, dan diakui warga setempat, sebagaimana diberitakan Ramaonline.co dan Gegeronline.co.id.
Kegiatan yang menelan dana Rp 425 juta yang dikerjakan secara Swakelola oleh BKM (Badan Kewasdayaan Masyarakat) Cito Jaya Bersama KSM Maju Bersama dan KSM Bambu Runcing tersebut, terindikasi gagal pelaksanaan secara teknis dan terkesan dibuat “Asal Jadi.”
SPALD-T yang dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang sejatinya guna memenuhi akses SPALD-T yang bisa dimanfaatkan rata-rata oleh 50-80 kepala keluarga (kk) sambungan Rumah (SR), dengan sasaran agar seluruh air limbah domestik bisa dialirkan ke sub-sistem pengumpulan berupa jaringan pipa induk dan bangunan pendukungnya, dan sub-sistem pengolahan berupa bangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), justru berbanding terbalik dengan kondisi dilapangan saat ini.
Dan untuk satu KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), harus melayni untuk 50 kk (kepala keluarga) sampai dengan 80. Minimal 50, harus terlayani dengan baik. Dengan penggelontoran dana sebesar Rp. 425 juta/ KSM. Jika jumlah rumah tidak mencapai 50 kk yang diberikan pelayanan, berarti bertentangan dengan petunjuk Kementerian PUPR Republik Indonesia, melalui Direktorat Cipta Karya.
Desa Taba Renah, sebenarnya beruntung dapat untuk dua KSM di Dusun 1 dan 2, berarti harus memberikan pelayanan untuk 100 kk (kepala keluarga), jika per-kk terdapat 6-7 jira minimal telah melayani 300 jiwa.
Hasil investigasi dilapangan hampir sebagian penerima manfaat SPALD-T Dusun 1 Desa Tabarenah, membuang air limbah domestik ke saluran drainase atau ke Siring di sekitar rumah mereka, disejumlah titik, terlihat pemasangan pipa cuma terkesan sebagai formalitas belaka, karena seluruh limbah tidak masuk ke dalam bak penampungnya. Kendati pihak terkait menyatakan sudah benar menurut teknis yang ada.
Sebagian Pipa-pipa yang terpasang, ternyata tidak terhubung dengan sub-sistem pengolahan berupa bangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Untuk menuju bak penampung Komunal, katanya memiliki filter atau saringan itu?
Hal tersebut diperkuat dengan keterangan salah seorang warga Dusun 1 (satu) , Yuning, 50 tahun, menurutnya sedikitnya ada 6 (Enam) buah rumah diseputaran rumahnya, yakni rumah Siska dan Ita yang awalnya di data sebagai penerima manfaat, namun pada kenyataannya pipa yang dipasang dirumah mereka, tidak terhubung ke bangunan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL).
“Semua air limbah kami buang kesungai, bukan ke bak penampung. Kondisi ini tentu saja mempengaruhi lingkungan tempat warga bermukim” Ujar Yuning, polos.
Sementara itu, ditempat terpisah, proyek SPALD-T didusun 2, dengan menelan anggaran yang sama, namun dikerjakan secara Swakelola oleh BKM CITO JAYA BERSAMA/KSM BAMBU RUNCING tak luput dari indikasi permasalan, yang hampir sama.
Hasil investigasi, bangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), terkesan tidak terawat dan dibiarkan ditumbuhi oleh semak belukar. Mirisnya, dibeberapa titik bangunan sudah terlihat retak. Padahal, proyek tersebut baru saja selesai dikerjakan beberapa bulan yang lalu, dan kini sudah 100% diterima bersamaan pencairan dana 100%.
Permasalahan tidak sampai disitu, selain bangunan yang sudah retak dibeberapa titik dan dibiarkan tidak terawat, ternyata ada beberapa titik pipa yang di biarkan terbuka disamping rumah salah seorang warga, bernama Yusmita, yang keberatan dengan adanya pemasangan pipa disamping rumahnya, yang dibiarkan terbuka tanpa pengamanan.
Seharusnya pemasangan Pipa tertutup, agar lebih aman dan jika pecah tidak langsung menyemburkan bau busuk. Katanya program ini untuk mengatasi limbah dalam tanah dan permukaan tanah.
Menurut Yusmita, sudah beberapa kali keberatannya ia sampaikan dengan pihak KSM BAMBU RUNCING, namun sampai saat ini belum ada tindakan apapun dari pihak KSM tersebut.
Dari pengamatan dilapangan, kalau masalah teknis bangunan, tidak bisa lepas dari peranan Dinas PUPRPKP Kabupaten Rejang Lebong, CQ Bidang Cipta Karya, yang berkaitan dengan program Sanimas, gedung, jalan lingkungan dan pengadaan sumber air bersih.
Jika kegiatan pembangunan Sanimas berbasis masyarakat, memiliki pengawas teknis (pengawas lapangan) dari Bidang Cipta Karya dan bila menggunakan sistem (cara) PHO dan FHO (Serah terima pertama dan Finis and Hover (serah terima akhir), maka secara teknis harus bertanggungjawab. Dan tanggungjawabnya tidak bisa berdiri tunggal, melainkan melibatkan banyak pihak “pengawas lapangan/ PPT (pejabat pelaksanaan teknis geitan).
Karena cairnya dana 100%, atas dasar teknis sudah dinyatakan baik dan diterima sesuai yang dikerjakan dalam RAB (Rencana Anggaran Biaya), yang direncanakan secara matang oleh pihak Dinas PUPRPKP, Cipta Karya Rejang Lebong. Jika pakai tim PHO, hasil akhir dari tim sebagai acuan diterima pekrjaan Sanimas tersebut. Berarti Tim PHO, bersama, PPTK dan Pengawas lapangan turut bertanggungjawab.
Dan jika tidak pakai pengawas lapangan (teknis) dan tim PHO, tidak dipakai maka penanggungjawabnya langsung pada Dinas PUPRPKP Rejang Lebong. Disini dinas / aparat penegak Hukum perlu tahu, siapa yang bertanggungjawab secara teknis. Soalnya masyarakat didesa hanya bisa kerja sebagai buruh kasar, dan tidak mengerti dengan teknis, bersama Tukang.
Dan seluruh penggunaan material Pipa, Besi, Semen dan Pasir secara kualitas tanggungjawab pihak teknis, menerimanya untuk dipasang layak atau tidak? Dan bukan tanggungjawab pekerja.
Selain pihak teknis harus bertanggungjawab secara teknis, jika ada tim PHO/ FHO, menyatakan kegiatan tersebut layak diterima, maka tim PHO harus bertanggungjawab, karena “uang honornya (uang jalan) dikeluarkan dari kegiatan proyek” keuangan Negara, jadi tidak lepas tangan begitu saja, sebagaimana diberitakan sebelumnya dikutip kembali.
Penulis Mantan Ketua Kompartemen Bidang Hubungan antar Organisasi Dewan Pengurus Pusat KWRI 2006-2011, Hasil Kongres luar biasa/ Pemimpin Redaksi Gegeronline.co.id/ Redaktur Ramaonline & Rafflesia Post, dan Bidik07elangOposisi.com Group, tinggal di Kota Bengkulu.

Pos terkait